SELAMAT DATANG DI DUNIA KUPU-KUPU

hati-hatilah, blog ini berpengaruh pada 'kejiwaan' anda, menyebabkan adiksi, dan jangan tiru adegan berbahaya. jadi sering-sering aja mengunjungi blog saya ya :)

klik ENTER untuk melanjutkan !

---------------------------kupu-kupu-------------------------

WARNING !

ENTER

copast dari mas GAW  nah lhoh..ini ini ini cerita asik juga, makanya saya copast,

Beberapa bulan setelah kelulusan. .

Akhirnya sampai juga disini. Di tempat yang kata sebagian orang, hanya tempat belajar. Tapi untuk sebagian yang lain, di sinilah tempat lahirnya kenangan, termasuk aku. Kuhela nafas sedikit. Oke, aku siap memanggil kembali kenangan itu dari kepalaku sekarang.


Satu langkah menjejak ke pintu gerbang. Dari sini, masih sama, pikirku. Bedanya, ada lebih banyak kertas tertempel di papan pengumuman di sebelah kananku. Dulu, kadang aku menunggu jemputan bapak dengan duduk-duduk di situ. Dengan melempar senyum pada mas-mas dan mbak-mbak yang lewat tentunya. Tak semua kukenal, tak ada tepatnya. tapi saling senyum sudah biasa di sini. Itu yang aku suka.

Beberapa langkah kedepan, aku berhenti lagi. Kepalaku menoleh ke kiri. Rumputnya, lapangan volinya, pohonnya, masih sama. Wall yang sama sekali tak pernah ku panjat dulu, sekarang berwarna-warni. Bagus. Berarti adik-adik kelas ku kreatif. Oiya, aku ingat. Dulu rapat pertamaku di sekolah ini, tempatnya di belakang wall itu. Anak-anak biasa menyebutnya 'backwall' seingatku. Itu tempat favorit buat rapat, dulu. Ah, masa itu. .

Aku melangkah lagi. ada dua pintu sekarang. Baiklah, aku ke lobby dulu saja. Sofa-sofa yang berjajar rapi, etalase penuh piala, dan dua kipas angin yang menyala. Kencang, seperti biasa. Padahal tak ada orang disitu. Ah, kumatikan saja, pikirku. Tanganku meraih saklar kipasnya, sambil ku dongakkan kepala ke atas. Kupastikan kipasnya berhenti. Lalu perhatianku teralih ke bingkai-bingkai yang tertempel rapi di dinding. Wah, foto bapak-ibu yang gagah dan anggun itu bertambah lagi. Semua tersenyum. Mungkin beliau-beliau merasa senang pernah menjadi Kepala Rumah Tangga di sini. Pengalaman yang hebat tentunya, menjadi kepala sekolah disini. Baik, cukup disini. Kulanjutkan perjalananku. Aku keluar dari Lobby dan menuju ke pintu yang satunya.

Ini 101, itu 102. Baik, tak berubah. Aku sempat melihat ke ruang guru. Kosong tentunya. Sore begini, pasti para pahlawanku itu sudah pulang. Melewati masjid, aku melihat aula dari barat. Aula Katamso. Itu namanya. Aku sendiri tak tahu darimana nama itu berasal. Ruangan panjang, dengan papan busa hitam di sisi kananku, dan panggung bertirai, jauh di depanku. Ah, panggung itu. Aku ingat lagi, pentas teater pertamaku. Haha, gugup setengah mati, tapi puas berekspresi. Ya, bisa puas berekspresi, mungkin itulah salah satu alasan kenapa aku memilih sie otonom paling pojok selatan. Nanti aku kesana.

Bergegas, aku menuju pintu selatan aula. Kolamnya. Namanya kolam kamboja. Masih sama keruhnya. Dengan ikan-ikan yang pasti sering menggerutu karena terkadang ada raksasa yang berkubang di kolamnya. mereka pikir, raksasa itu pasti mau merebut rumah mereka. Yang terjadi bukan seperti itu. Raksasa itu kami, para remaja yang bersuka ria ketika berhasil menceburkan teman kami yang 'beruntung' ke kolam kamboja itu. Sepulang sekolah, orang yang 'beruntung' itu dikepung, motornya kami sembunyikan, tasnya kami rebut. Dia digotong, dan "Byuurr. ." Lalu semua lari secepat kilat dan tertawa. Haha, jahat sekali kami, tapi itulah remaja. Penuh tawa.

Aku tertawa sendiri. Konyol sekali ya masa SMA itu.

Setengah berlari aku langsung ke belakang, ke arah Lapangan Basket. Lapangan berwarna biru, pusat aktivitasku sepulang sekolah, dulu. Aku terkejut. Tembok dan kawat yang mengelilinginya kini lebih tinggi. Mungkin tujuannya supaya bola yang sering kami mainkan tak mengenai kepala orang yang lewat. Haha, aku jadi ingat, karena dendam, dulu kami dengan sengaja menendang bola, melewati pagar kawat sebelah selatan. Ah, nakal sekali kami ini. Kami jadi merasa bersalah dengan bapak yang rumahnya di sebelah selatan lapangan basket itu. Kami pun akhirnya meminta maaf. Yah, kenakalan remaja, masanya mencari jati diri.

Sebelah kananku Ruang OSIS. Dulu, selama beberapa bulan, itu jadi markasku. Terlalu banyak kenangan di Ruangan itu. Biarlah, kenangan itu jangan kuurai dulu sekarang. Mungkin nanti. Mataku pun sempat berkaca-kaca melihat foto ku dan teman-teman seperjuanganku, tertempel di dinding ruangan tersebut. Aku benar-benar rindu masa itu. Kelas sebelas, di mana belajar kami nomor sekiankan. Yang penting program ini jalan, itu jalan, dan tentunya, melihat adik kelas kami mengembangkan potensinya di program yang kami buat. Kaderisasi, sepertinya itu sebutannya. Yah, itulah masa-masa di mana kami jarang sekali memikirkan diri kami sendiri. Begitu juga dengan teman-teman kami di MPK. Itulah masa-masa berjuang. Baiklah, remaja juga berjuang.

Lalu kulihat di sisi timur, banyak pintu berderet-deret. THA, Scout, TSC, TJRC, SIGMA, Nila Pangkaja. Dulu tiap hari pasti ruang ruang tersebut penuh dengan canda kami, sekedar melepas penat setelah tujuh jam berada di kelas. Ini bagian penting dari sekolah ini. Mereka, sie otonom itu, adalah batu loncatan kami, yang pernah jadi siswa disini. Begitu juga dengan teman kami yang belum beruntung jadi anggotanya, atau anak-anak lebih suka menyebut TRC. Kami saling berbagi. Tak perduli anak TRC, TMC, TSC, THA, Scout, NP, SIGMA, atau TJRC, ketika kami sudah berkumpul, tak ada lagi yang membatasi. Kami benar-benar lebur jadi satu. Bahkan dengan kakak kelas atau adik kelas kami. Ini yang sangat aku suka dari sekolah ini. Siswanya lebur, tak perduli tua-muda, kaya-miskin, tinggi-pendek, atau apapun, siswanya bisa akrab satu sama lain. Sangat khas sekali. Tak ada duanya mungkin.

Setelah kukunjungi SieNom ku, yang berada di ujung selatan, aku bergegas untuk pulang. Lebih lama aku disini, kepalaku bisa meledak karena kenangan-kenangan yang tak berhenti muncul ketika melihat tiap sudut sekolah ini. Perpustakaan, tempat kami membolos pelajaran untuk belajar pada saat kelas tiga. Kantinnya, tempat kami menghabiskan waktu dengan candaan, atau bahkan pertengkaran kecil yang pernah kami buat. Tempat parkirnya, yang sangat akrab dengan legenda "Penggembosan Ban Sepeda Motor Berkunci Stang". Masjidnya, tempat kami dulu dengan konyolnya berebut menjadi imam sholat ketika ada adek kelas yang kami taksir ikut sholat bersama kami, haha, konyol memang. Begitu juga dengan tempat-tempat lainnya. Seperti kubilang, setiap sudut tempat ini adalah kenangan.

Aku berjalan dari arah masjid ke pintu gerbang, ketika kulihat ada dua orang berjilbab putih dan pakaian seragam SMA masuk dan menuju ke arahku. Aku tak tahu siapa mereka, sampai salah satu dari mereka menyapaku dengan suara yang sangat kukenal. "Loh, mas, kok ke sini?? Lagi libur ya?? Gimana Kuliahnya?? Lancar kan??". Itu suara dia. Adik kelasku yang itu.

Dan temannya malah berlari meninggalkan kami berdua. "Duluan ya mas, hehe."

Aku beku. Lidahku kelu.



6 Februari 2011, 02.45
Ditengah ke-tidakbisatiduran

date Minggu, 17 April 2011

0 komentar to “hanya sebuah kisah”

Leave a Reply:

monggo tinggalkan komentar anda...

telur-ulat-kepompong-kupu kupu

telur-ulat-kepompong-kupu kupu

Copyright © 2011, Kupu-kupu. Diberdayakan oleh Blogger.